Burung terbang

Kamis, 27 Mei 2010

UMB Tidak Punya Kepala


Minimnya tindakan regenerasi Student Government (SG) menjadikan kampus ini kembali ke masa sekolah. Dependensi tindakan mahasiswa dan ketidakmampuan mengatur diri sendiri dibiarkan seolah tak penting. Setahun sudah kita berjalan tanpa kepala, membuat organisasi kampus ini berjalan tanpa arah.

Oleh : Muhamad Wahyu


Setahun sudah mahasiswa UMB kehilangan nakhodanya. Nakhoda yang menjadi penanggung jawab atas semua kegiatan mahasiswa tingkat universitas dibiarkan terbengkalai tak terisi. Terhitung sejak oktober tahun lalu, rektorat secara de jure membekukan perangkat kepemerintahan Hadi Susanto dan Mahadita sebagai ketua BEM dan MPM 2007-2008.. Pembekuan ini diakibatkan atas ketidakmampuan BEM-U mengadakan pemilihan umum juga telah melewati masa jabatan. Tercatat tiga kali pembentukan Komisi Pemilihan Umum Pemilihan Raya (baca : KPU Pemira) tidak ada yang mendaftar. Ironisnya, organisasi tingkat fakultas pun diam tak berdaya. Miralda Genny, eks. Anggota Departemen Luar Negeri MPM 2007 mengatakan kesalahan vital saat itu adalah tidak adanya akumulasi kekuatan dari lokalitas fakultas, sehingga membuat pemilihan ini tidak solid. Setali tiga uang, Hadi juga mengatakan tidak semua anggota BEM-U aktif dalam program kerja BEM.
Ketidaksolidan inilah yang membuat momentum penyambutan mahasiswa baru 2009 menjadi tak terarah. Bongkar pasang Dunia Kampus (DK) menjadi catatan hitam student government (SG) UMB.. Kacaunya DK terlihat dari ambiguitas kinerja Badan Pengawas yang juga menjadi pelaksana dalam lapangan. Juga pada persiapan yang kurang matang. “Panitia dibentuk atas kondisi yang mendesak, jadi maklumin aja” ,ujar Solahudin sebagai ketua BP pada rapat evaluasi DK. Mental menunggu momentum ini memang disesalkan berbagai pihak terutama dari UKM, Ahmad Sahlan, Ketua Swatala 2009 beranggapan, mental mahasiswa masih sangat miris. “Mental organisasi saat ini masih sama seperti anak SMA ,“ tukasnya.
Mengenai status quo saat ini, Agustinus Bayu mengatakan letak kesalahan utama ada dalam diri mahasiswa. Tidak adanya mediator membuat perjalanan SG mengalami penurunan, sehingga mahasiswa tak bisa mandiri. Pernyataan mantan anggota komisi organisasi MPM ini berdasarkan analisis akan mental mahasiswa saat ini yang terlalu individualistis, apatis dan hedonis. “Kelihatan dari tidak adanya minat jadi KPU”, ujarnya.
Kegiatan BEM-U dibawah kepemimpinan Hadi memang diakui oleh Mahadita, sangat minim. Seharusnya proses kaderisasi yang menjadi ajang kompetisi melahirkan generasi kritis dan kreatif wajib berkelanjutan, sehingga gerakan dari lembaga formal lebih agresif, “Mahasiswa saat ini sudah takut pada akademik itu sendiri”, tuturnya. Mantan ketua MPM itu juga mensinyalir ada unsur sentimentil terhadap organisasi kampus oleh pihak-pihak tertentu. “Tidak etis jika saya mengatakan siapa pihak itu”.
Pembenaran akan realitas tak perduli, tentunya akan berakibat buruk pada nasib student Government di UMB ini. Preseden buruk mengenai vacum of power yang diimbuhkan oleh mahasiswa baru harus segera menemukan jalan keluar. Mempercepat pemilihan raya akan sangat menolong sebagai langkah revitalisasi kemandirian sikap mahasiswa. Bayu berpendapat, solusi yang tepat adalah Ing Ngarso Sung Tulodo, sebagaimana yang diajarkan Ki Hajar Dewantara ketika melihat kondisi pendidikan Indonesia. Harapan menciptakan kampus sebagai miniatur negara, tentunya akan segera terwujud jika semua pihak berpartisipasi dan menanggalkan egoistik yang ada untuk memperjuangkan keberadaan BEM-U sebagai simbol integritas mahasiswa.

 
Edited Design by Ali Nardi | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | coupon codes