Burung terbang

Kamis, 29 Agustus 2013

Dunia Kampus Punya Siapa?



Oleh Dini Anjungsari dan Vianita Listanti
Tahun akademik 2013/2014 akan segera dimulai, itu berarti akan hadir juga mahasiswa/i baru (maba) penerus keturunan keluarga besar Universitas Mercu Buana. Sebelum memulai masa kuliah akademik, ‘adik-adik’ baru terlebih dahulu mengikuti masa orientasi yang kekinian bernama Dunia Kampus (DK). Masa orientasi juga dikenal sebagai momen penyambutan mahasiswa/i baru, yang mana hal ini memang sudah menjadi budaya dari tahun ke tahun di setiap kampus.
Sebelumnya, di tahun 1970-an DK lebih dikenal dengan nama Masa Prabakti Mahasiswa (MAPRAM). Di era tersebut budaya penyambutan maba kental akan perpeloncoan dan penggojlokan fisik, karena hal ini dinilai melewati batas kewajaran maka berdasarkan Surat Keputusan Mendikbud (mendiknas-red) No.0125/D/U/1979 MAPRAM berubah nama menjadi Orientasi Pengenalan Kampus (OSPEK). Kemudian, pada tanggal 2 April 1985 SK tersebut disusul dengan dikeluarkannya  surat edaran dari Dirjen Dikti No. 651/D/U/1985 yang intinya menyatakan bahwa mulai tahun 1985 perpeloncoan dan penggojlokan fisik harus dihapuskan dari lingkungan kampus.
Dinamika perjalanan penyambutan mahasiswa/i UMB sendiri memiliki banyak cerita. Sejak pertama kali berdiri pada tahun 1981 hingga tahun 2013 ini setidaknya sudah 10 kali perubahan dalam sistem penyambutan maba.
Pada awalnya Yayasan Menara Bakti membuka Akademi Wiraswasta Dewantara yang berdiri resmi di tahun 1981. Saat itu, kegiatan penyambutan mahasiswa/I baru dilaksanakan oleh para staff pengajar. Di masa itu OSPEK sendiri memiliki nama “Kontrak Belajar” yang diikuti oleh 150 mahasiswa. Sistem yang berlangsung pada 1983-1984 ini, berisikan perjanjian komitmen mahasiswa tentang masa studi tepat waktu. Perjanjian tesebut juga ditandatangani oleh seluruh mahasiswa di hari terakhir OSPEK.
 Empat tahun dari berdirinya AWD Yayasan Menara Bakti membuka kampus baru bernama UMB. Di tahun 1989, OSPEK di kedua kampus dipisahkan berdasarkan institusi masing-masing. Walaupun masih ada beberapa staf kampus, namun keterlibatan mahasiswa di tahun ini lebih besar dan di tahun berikutnya  Ospek menjadi hak penuh mahasiswa tanpa ada campur tangan dari pihak staf.
Pada tahun 1989 AWD digabungkan ke UMB. Hal ini pun didukung oleh seluruh mahasiswa. Perihal, penyambutan mahasiswa baru, biro kemahasiswaan berubah nama yakni mengganti nama Ospek menjadi Orientasi Pendidikan (Ordik). Di masa ini perpeloncoan secara fisik pun kembali terjadi dan hal ini terus terjadi hingga tahun 1993.
Hal yang kontroversi sekaligus menjadi babak baru bagi Ospek UMB dimulai lagi tahun 1996. Dimana waktu itu, berdasarkan SK DIKTI yang mengintruksikan kepada Pembantu Rektor (PUREK) III seluruh Indonesia untuk mengambil sebagian peran mahasiswa dalam penyelenggaraan Ospek. Dengan adanya SK tersebut kampus mengubah nama Ordik menjadi Pekan Pengenalan Studi dan Kampus (PSSK). Sebagian mahasiswa tidak setuju dengan kebijakan ini karena menurut mereka sistem seperti ini akan mengembalikan UMB ke era awal AWD dan UMB berdiri.
Masa PSSK berlangsung hingga tahun 1999, pada masa itu perpeloncoan masih ditemukan. Pada awal millenium baru, tahun ajaran 2000, pergantian nama Ospek pun kembali terjadi dari PSSK menjadi Dunia Kampus (DK). Selanjutnya, polemik DK terjadi lagi di tahun 2009/2010. Berdasarkan Notulen kajian Manajemen (Minutes of Management Review, MoMR) tanggal 31 Juli 2009 nama Dunia Kampus (DK) berubah nama menjadi Orientasi Studi Kampus dan Spiritual (OSKAS). Hasilnya adalah kegiatan OSKAS diambil alih oleh pihak PUREK III (Dirmawa) sebagai panitia penyelenggara acara dan mahasiswa hanya medapatkan porsi sebagai pengawas untuk pelaksanaan OSKAS ini. Keputusan yang dinilai sepihak ini juga menuai berbagai kecaman dari mahasiswa karena dianggap mematikan hak-hak mahasiswa. Satu tahun kemudian mahasiswa dipercaya sebagai penyelenggara DK sepenuhnya.
Di tahun 2011 DK kembali dilaksanakan oleh pihak kampus (Dirmawa) dengan alasan karena kekosongan jabatan ditingkat Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas. Thomas Yuda Kristanda, mahasiswa yang aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) beladiri angkatan 2009 yang selalu mengikuti kepanitian DK sejak 2010 mengiyakan hal tersebut,Bukan karena keputusan Dikti tapi karena adanya kekosongan jabatan di BEM Universitas, makanya DK di dominasi oleh pihak kampus.” Hal ini masih terus berlanjut hingga tahun 2013, ditambah dengan hasil Surat Keputusan Rektor Nomor : 01/353/G-Skep/VII/2013 tentang pelaksanaan DK.
Keputusan yang dianggap sepihak itu, tidak bisa diterima oleh sebagian mahasiswa. Sala satunya  di fakultas Teknik (FT). Mereka menolak keputusan tersebut, walaupun sudah dilakukan mediasi antara mahasiwa dan pihak fakultas namun tetap saja keinginan mahasiswa tidak bisa tercapai, sehingga lembaga-lembaga di fakultas tersebut memilih untuk menyerahkan DK kepada fakultas. “Dengan kebesaran hatinya mereka (baca: mahasiswa) memutuskan untuk mengundurkan diri,” jelas Imam Hidayat selaku Pembina kemahasiswaan FT.
Menanggapi pernyataan Imam, Agus Fadlilah, Sekretaris HMJ Teknik Industri menyatakan hal itu memang terpaksa mereka lakukan demi kelancaran acara.
Yusuf Hermadi Ketua DK 2013 dan juga Ketua UKM Merpati Putih sepakat, bila DK tahun ini porsi mahasiswa memang sedikit, lebih jauh iya merasa bahwa pengambilan posisi kepanitian yang didominasi oleh rektorat dan dekanat membuat DK menjadi hambar “Gak asiknya mahasiswa kan karena pemahaman mahasiswa pelajar yang segala-galanya lah bebas berekspresi, bebas berkreativitas, bebas berpendapat tapi di DK tahun ini semua itu tertutup,“ ujarnya.  
Meskipun banyak pro dan kontra yang terjadi selama DK 2013 antara pihak mahasiswa dan pihak rektorat, acara tetap berlangsung dengan aman dan lancar, peserta DK tetap merasa senang telah mengikuti kegiatan DK sebelum masuk menjadi mahasiswa baru. “Seru dari pertama kali dateng yang tadinya gak punya temen jadi punya banyak temen,” ungkap Dewi Wahyuni mahasiswi baru fakultas Ekonomi.

Asyiknya Bikin Peraturan

Oleh Dimas Aditya Pamungkas*
Tiga tahun sudah sejak bentrokan antar mahasiswa terjadi. Sejak itu pula kursi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) tingkat universitas dan Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) mengalami kekosongan. Banyak hal terjadi selama vacuum of power, mulai dari banyaknya peraturan yang tidak masuk akal, hingga yang teranyar adalah Surat Keputusan Rektor Nomor : 01/353/G-Skep/VII/2013. 

Poin-poin keputusan dirasa begitu arogan, dan lemah secara prosedur. Memang betul dasar hukum yang digunakan berasal dari perundang-undangan yang kuat, namun secara prosedur rektor sebagai pemimpin intansi yang memiliki kekuasaan otonom dalam pengelolaan dan membuat keputusan, seyogyanya mampu bertindak cermat dan bijak. Tersebab di UMB masih berdiri Keluarga Besar Mahasiswa UMB (KMB UMB) yang jelas memiliki regulasi organisasi yang kuat dalam anggaran dasar/anggaran rumah tangga (AD/ART).

Terlebih isi dari perundang-undangan yang digunakan sebagai dasar hukum terbitnya SK begitu multipretasi. Pelanggaran prosedur tersebut menjadi paradoks bila kita mengingat bahwa berdirinya KBM-UMB merupakan lembaga resmi yang disahkan kampus.

Maka dirasa bijak bila rektorat dalam memutuskan untuk menerbitkan sebuah kebijakan membaca AD/ART KB-UMB supaya tidak kontradiksi. Kekosongan BEM-U dan MPM tidak membuat AD/ART KBM-UMB tidak berlaku, tersebab organisasi kemahasiswaan yang lain masih ada, sebagai representasi pandangan mahasiswa yang terwakilkan.

Poin keputusan yang berisi bahwa kegiatan masa orientasi mahasiswa baru bersifat keakademikan, tidak serta merta memangkas hak mahasiswa untuk berekspresi.Pelarangan terucapnya sumpah mahasiwa merupakan pelanggaran undang-undang dasar pasal 28, tentang hak asasi manusia yang menjamin kebebasan berpendapat, berkumpul dan berekspresi. Intimidasi dan pembatasan ini bukankah pelanggaran nalar hukum yang bisa dikategorikan sebagai pelanggaran akademik.
*penulis adalah mantan panitia Dunia Kampus 2011

Sabtu, 24 Agustus 2013

Pemukulan Anggota Didaktika oleh Oknum Mahasiswa FIK

Jumat (23/8) sekitar pukul 12.00 WIB, Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Didaktika Universitas Negeri Jakarta (UNJ) didatangi lima orang lelaki yang mengaku Mahasiswa Fakultas Ilmu Keolahragaan. Mereka datang untuk menyampaikan keberatan atas pemberitaan di buletin Warta MPA 2013 Edisi IV artikel MPA, Riwayatmu Kini yang ditulis oleh reporter Didaktika Chairul Anwar. Keberatan yang diajukan adalah seputar kasus perkelahian yang terjadi antara mahasiswa baru Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK) dengan mahasiswa Fakultas Ekonomi (FE) yang dimuat Didaktika.

Menurut lima mahasiswa FIK itu, artikel tersebut ditulis dengan sangat subyektif. Mereka meragukan kebenaran prosedur kerja jurnalistik yang dilakukan oleh LPM Didaktika. Penulis, artikel, bukti-bukti wawancara hingga dokumentasi rapat proyeksi tema pun mereka minta untuk dihadirkan saat itu juga. Padahal, menyoal dokumentasi rapat proyeksi merupakan domain pribadi LPM Didaktika. Meski Kami pada akhirnya memberikan dokumentasi tersebut.

Dialog pun tetap berlanjut tanpa menemui titik temu karena tawaran untuk membuat Hak Jawab dan pemberitaan ulang dari Didaktika tidak diterima. Mereka pun menawarkan jalan penyelesaian sendiri, dengan mengajak Pemimpin Umum Didaktika Satriono Priyo Utomo untuk berkelahi di depan Gedung G. Hingga Chairul Anwar datang, tiba-tiba mahasiswa tersebut yang sudah menunggu Chairul Anwar untuk dihadirkan, tiba-tiba begitu saja menyerang Chairul Anwar dan memukulinya beramai-ramai. Pemukulan pun terus terjadi, hingga pada akhirnya kawan-kawan Didaktika dibantu kawan-kawan unit lainnya berhasil menenangkan mahasiswa FIK yang menyerang Chairul Anwar tersebut.

Setelah dipisahkan oleh beberapa pihak, lima mahasiswa FIK itu pun meninggalkan Sekretariat Didaktika dengan meninggalkan ultimatum yang disampaikan secara lisan, “kami menunggu permintaan maaf Didaktika dalam  24 jam. Bila tidak dilakukan, Sekretariat Didaktika akan kami bakar!”
Kejadian seperti ini tentu kami sangat sesalkan dan tidak dapat diterima. Di lingkungan Perguruan Tinggi yang seharusnya mengedepankan cara-cara intelektual dalam menyelesaikan permasalahan, justru menjunjung tinggi tindak kekerasan dalam menyelesaikan masalah.

Hal tersebut tentu saja mencoreng nama mahasiswa tersebut dan lembaga yang menaunginya, yakni Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Terlebih yang menjadi korban Chairul Anwar sendiri yang sampai hari ini mengeluhkan sakit di bagian dada dan kepala akibat pemukulan tersebut.

Kejadian ini sekali lagi patut kita resahkan dan ke depannya tentu jangan sampai terulang kembali tindak pemukulan ini. Atas kejadian ini kami akhirnya datang ke ruangan Pembantu Rektorat bidang Kemahasiswaan. Namun kami tidak dapat menemui Pembatu Rektor III, karena saat itu Jumat (23/8), memang tidak sedang berada di tempat. Pertemuan kami dengan Pembatu Rektor III bermaksud melaporkan bahwa ada tindakan pemukulan terhadap anggota Didaktika.

Di ruang sekretaris PR III, secara tidak sengaja kami bertemu dengan mahasiswa FIK-yang sebelumnya sudah datang ke Didaktika dan melakukan pemukulan-dengan Ketua Masa Pengenalan Akademik (MPA) UNJ. Mereka mengajak kami untuk masuk dan berdialog dengan staf PR III dan Kepala Bagian Kemahasiswaan. Awalnya kami menolak, dan hanya mau masuk bila PR III sudah datang. Namun mereka tetap mengajak dan kami pun berdialog di ruangan PR III bersama stafnya dan juga beberapa mahasiswa, sembari menunggu kedatangan Pembantu Rektor III.

Dalam dialog tersebut staf PR III malah menyudutkan kami menyoal pilihan untuk membuat Hak Jawab yang ditawarkan oleh LPM Didaktika kepada pihak yang keberatan atas pemberitaan tersebut. Karena menurut staf  PR III dan seisi ruangan tersebut,anggota Didaktika bukan seorang jurnalis (meski Didaktika melakukan kerja-kerja jurnalistik), melainkan mahasiswa UNJ. Dan seolah membenarkan cara-cara kekerasan yang dilakukan beberapa oknum mahasiswa. Menurut salah satu staf tersebut, “Didaktika bisa menyelesaikan lewat kata-kata, tapi bagi mahasiswa yang sehari-hari dilatih fisik tentu tidak bisa. Jadi pakai jalan sendiri.”
Forum pun berjalan lebih dari satu jam, menghasilkan keputusan bahwa LPM Didaktika bersedia untuk memberikan klarifikasi atau Hak Jawab terhadap pemberitaan yang dikeluhkan pihak FIK tersebut. Juga menawarkan pemberitaan ulang. Karena Didaktika mengakui ada kesalahan prosedur jurnalistik di dalamnya. Namun, kejadian pemukulan yang menimpa anggota Didaktika malah menguap begitu saja.
Akhirnya, forum berakhir dengan beberapa konklusi yaitu:
  1. Mahasiswa FIK meminta Didaktika meminta maaf  secara lisan saat itu kepada mereka.
  2. Mahasiswa FIK meminta Didaktika meminta maaf kepada Dekanat FIK dan seluruh mahasiswa FIK.
  3. Sabtu (24/8) Didaktika diminta menghadap PD III FIK untuk meminta maaf didampingi oleh Kabag Kemahasiswaan Uded Darussalam.
  4. Didaktika memuat permintaan maaf yang tertuju pada Mahasiswa FIK dan Panitia MPA di bulletin Warta MPA.
  5. Panitia MPA meminta kami mengubah judul bulletin Warta MPA. Agar tidak menggunakan nama itu sebab memberi kesan bahwa kami adalah bagian Humas dari panitia.
Untuk itu, Didaktika besok (24/8) akan kembali mengadakan pertemuan dengan Pembantu Dekan III FIK, Kabag Kemahasiswaan dan sejumlah mahasiswa yang tadi terlibat dalam pemukulan dan yang mengajukan keberatan terhadap isi pemberitaan Didaktika. Kami bertujuan untuk kembali mengungkapkan masalah pemukulan yang terjadi namun tidak sempat terbahas di forum yang digelar di rektorat.
Kembali kepada Keberatan yang mereka ajukan atas pemberitaan Didaktika tentu kami menerimanya. Sebab, dalam prosedur jurnalistik, cara menyampaikan keberatan diatur dalam Peraturan Dewan Pers Nomor 9/Peraturan-DP/X/2008 tentang Pedoman Hak Jawab. Hak jawab mesti diajukan dalam bentuk tertulis.
Dalam lampiran Peraturan Dewan Pers Nomor 9/Peraturan-DP/X/2008  tertulis bahwa Hak Jawab berfungsi untuk:
  1. Memenuhi hak masyarakat atas pemberitaan yang akurat
  2. Menghargai martabat dan kehormatan orang yang merasa dirugikan akibat pemberitaan pers
  3. Mencegah atau mengrangi munculnya kerugian yang lebih besar bagi masyarakat dan pers
  4. Bentuk pengawasan masyarakat terhadap pers
Setelah pertemuan di Rektrorat selesai, kami menghubungi dosen pembimbing Jimmy Ph. Paat kemudian berencana akan menemui PR III saat penutupan MPA (24/8) sebelum menemui PD III FIK. Sambil terus mengerjakan Warta MPA 2013, Chairul Anwar melapor ke polisi kemudian melakukan visum ke RS Persahabatan ditemani Yogo Harsaid dan Indra Gunawan.

Saat pagi tiba, kami kedatangan mantan dosen pembimbing Didaktika Lodewyk F. Paat. Kemudian atas hasil pembicaraan dengan beliau, kami memutuskan untuk tidak menemui Pembantu Dekan III FIK di Kampus B, dengan pertimbangan tidak ada jaminan keamanan bagi kami.

Kami melanggar perjanjian tersebut atas asumsi dasar pihak yang akan ditemui disana bukan orang baik-baik, selalu menanggapi masalah dengan kekerasan. Sebab, saat pertemuan di Rektorat berlangsung, satu oknum mahasiswa FIK senantiasa melempari PU Didaktika Satriono Priyo Utomo dengan makanan yang disediakan disana, apabila mengeluarkan pendapat yang tidak mereka sukai.

Sementara kami bercengkrama dengan Lodewyk F. Paat, Kabag Kemahasiswaan Uded Darussalam beberapa kali menghubungi Satrio via telepon. Ia mengingatkan Didaktika untuk segera datang ke Kampus B karena ada agenda yang sudah disepakati. Namun, sekali lagi keamanan kami tidak terjamin.
Uded Darussalam mengatakan bisa menjamin keselamatan kami, tetapi ia tidak mau permasalahan ini tidak ingin diselesaikan secara struktural.  Dalihnya, PR III sudah memberikan mandat kepadanya untuk menyelesaikan permasalahan ini. Ia juga memberitahukan kepada kami bahwa di depan Gedung Serba Guna (GSG) Kampus B, sudah dipasang sebuah spanduk oleh mahasiswa FIK bertuliskan: DIDAKTIKA UNJ, BUBARKAN! HANYA MENIMBULKAN PERPECAHAN. #MAHASISWA GARIS KERAS FIK
Maka, kami memutuskan diri untuk segera mengungsi dengan membawa beberapa barang-barang serta arsip Didaktika ke tempat yang dianggap aman, hingga keadaan kembali kondusif. Rencana pertemuan dengan PR III dan Rektor Senin (26/7) sedang diusahakan.

Melalui release ini kami hanya menyampaikan info penyesalan mengapa kekerasan diambil sebagai sebuah jalan penyelesaian. Dan pemberitahuan ini tidak bermaksud merugikan pihak mana pun. Karena pemberitahuan ini dibuat sebagaimana mestinya, sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Serta bermaksud sebagai informasi.

Demikian pemberitahuan ini kami buat.


Sumber: http://www.didaktikaunj.com/2013/08/pemukulan-anggota-didaktika-oleh-oknum-mahasiswa-fik/

 
Edited Design by Ali Nardi | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | coupon codes