Burung terbang

Rabu, 22 Agustus 2012

Saksi itu bernama TPS 003


Saksi itu bernama TPS 003

Mulai dari perbedaan total suara dengan hasil suara, hingga munculnya surat suara 'siluman' sebanyak 289 menjadi pemicu bentrokan malam itu. Suasana berubah menjadi arena perang yang mencekam.

Setelah proses panjang, Jumat (17/06) Universitas Mercu Buana (UMB) kembali melangsungkan Pemilihan Umum Raya (Pemira). Jadwal Pemira yang mundur akibat pembubaran Komisi Pemilihan Umum (KPU), akhirnya dilangsungkan pada tiga titik. Sayangnya, pesta demokrasi yang diharapkan lancar tersebut, berakhir bentrok. Hal ini terjadi sekitar pukul 21.20 WIB di Tempat Pengambilan Suara (TPS) 003 setelah penghitungan suara usai. TPS 003 yang berada di selasar gedung A (depan BAA) menjadi saksi bisu awal kericuhan tersebut. Puluhan mahasiswa saat itu saling baku hantam. Malam itu, UMB tak sunyi seperti malam-malam biasanya. Pecahan beling menghiasi beberapa area kampus.

Berbeda dengan suasana pagi hari, saat itu  TPS 003 yang dikhususkan bagi mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FE&B) dan Fakultas Psikologi (FPsi) itu terlihat lengang. Pada pukul 10.00 WIB ketika pengambilan suara telah dimulai pun tali-tali sebagai batas TPS belum terpasang. Sekitar pukul 11.00 WIB, TPS mulai dijejali mahasiswa. KPU terlihat tidak sigap, karena ada beberapa orang dari tim KPPS muda (baca: angkatan 2010) yang berdiam diri saat gerombolan mahasiswa datang serempak untuk memilih.

Di sela-sela kesibukan suasana, terlihat calon presiden, wakil, dan ketua partai dari masing-masing partai berlalu-lalang dan menegur ramah mahasiswa yang hendak memberikan suara sambil ikut mengamati proses pemira tersebut. Bahkan, sempat terlihat  pada waktu senggang tim KPU dan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) mengobrol santai dengan calon-calon dari salah satu partai.

Keadaan mulai sibuk pada pukul 11.20 WIB, saat itu mahasiswa yang ingin memberikan suaranya datang lebih banyak, membuat keadaan menjadi tidak kondusif. Tidak ada mahasiswa yang mengantri walaupun ramai, bahkan meja tempat registrasi pemilih dipadati dan beberapa  orang ada yang menempati hingga tali batas pemungutan suara. Keadaan berlangsung hingga istirahat.   

Pemilihan suara diistirahatkan mulai pukul 12.00 - 13.40 WIB, sementara kotak suara diamankan dalam toilet khusus Pusat Operasional Perkuliahan (POP) di gedung D. Tim KPU pada TPS 003 diganti dengan TPS lainnya saat itu. Sekitar pukul 14.30 WIB, TPS 003 sudah mulai sepi hingga resmi ditutup pada pukul 17.00 WIB.

 Penghitungan Suara
Penghitungan suara di TPS 003 baru dimulai pada pukul 19.30 WIB. Hal ini terlambat dari jadwal sebelumnya yakni habis maghrib. Saat itu, ada tiga orang yang mengenakan kemeja hitam (baca : tim KPU), bertugas dalam penghitungan suara tersebut. Satu orang bertugas membaca, satu orang bertugas meletakkan hasil suara yang telah di baca, dan satu orang lainnya bertugas sebagai notulen.

Pembacaan hasil suara melibatkan lima orang saksi, juga dilihat langsung oleh puluhan mahasiswa dan beberapa orang satpam yang waspada ditempat sekitar. Sebelum memulai penghitungan suara, salah seorang yang bertugas sebagai pembaca hasil menerangkan prosedur yang sesuai dengan AD/ART.

Penghitungan suara memakan waktu satu setengah jam dari total 523 pemilih berdasarkan data absensi pemilih. Keadaan tidak terlalu kondusif, karena sempat beberapa kali terdengar sautan dan sorak-sorai pendukung partai.

“Hidup nomor dua!” teriak salah seorang dari pojok kiri.

“Partai kedaulatan, yes!” saut seseorang lagi.

Salah seorang tim KPU yang bertugas membacakan, sesekali memberi himbauan tegas pada pendukung partai agar tetap tenang. Begitu pula bila ada suara yang tidak sah, beberapa orang kadang komplain mengenai hal tersebut. Tim KPU mencoba menenangkan, bahkan sempat membacakan ulang prosedur sah/tidak sahnya surat suara.

Hasilnya, partai no.2 menang mutlak di TPS 003. Pendukung dari partai no.2 pun riuh atas keunggulan suara tersebut. Mereka mulai menyanyikan yel-yel kemenangan dan keliling koridor kampus. Sedangkan beberapa saksi dan mahasiswa pendukung partai no.1 masih berada disana, menemukan kejanggalan akan hasil penghitungan tersebut. Jumlah antara surat suara sah dengan tidak sah menunjukkan angka 612, selisih 89 suara.

“Hitung ulang dong!” ucap salah seorang pendukung partai no.1 sambil mendekat pada meja perhitungan suara.

“Gimana nih KPU!” ungkap yang lainnya bersautan.

Beberapa mahasiswa dan saksi tersebut menuntut KPU untuk menghitung ulang total pemilih dari absensi pendaftaran pemilih. Dari penghitungan tersebut, total pemilih dari FE&B dan FPsi hanya 323 mahasiswa. Itu berarti surat suara yang dipertanyakan lebih banyak lagi, yaitu 289 surat suara. Hal ini membuat suasana memanas, seseorang diantaranya terlihat gusar dan mulai memutuskan tali-tali pembatas TPS.

Seolah tak yakin dengan penghitungan, tim KPU mulai menghitung kembali. Saat itu ketua KPU ikut datang dan menghitung. Mereka menghitung ulang seraya memberi pledoi bahwa tanda pada data absensi membuat rancu, ada banyak tanda di sana (dengan stabilo, spidol, dan hanya pemberian tanda titik). Ini dikarenakan KPPS yang memberi tanda pada data absensi berbeda-beda dan tidak hadir pada saat perhitungan. Saat penghitungan ulang, suara yel-yel dan teriakan kemenangan masa partai no.2 terdengar jelas, memecah konsentrasi, menjadikan suasana tidak kondusif.

Disaat suasana panas itu, para mahasiswa di TPS 003 seakan-akan menuntut KPU untuk dapat menghitung lebih cepat lagi. Hanya ada sekitar 12 orang di sana termasuk tim KPU. Sayangnya suasana benar-benar tidak kondusif dan tak terkendali, sehingga salah satu mahasiswa pendukung partai no.1 yang berada di TPS 003 menunjukkan emosinya dengan mendorong bangku pada PTS hingga jatuh dan menimbulkan suara keras.

“Daaaaaaak!!!” bangku tersebut jatuh terbanting

Suasana seperti ini berlanjut dengan kerusuhan malam itu, beberapa mahasiswa refleks lari, tim KPU pun menghilang dari keramaian mengamankan diri, beberapa diantaranya saling baku hantam hingga keluar kampus (baca: hingga jalan raya depan halte gedung Tower). Botol-botol minuman di koperasi pun menjadi senjata saling lempar. Puluhan mahasiswa saat itu tak dapat dikendalikan oleh satpam. (Sri Noviyanti dan Iin Parwati Seviarny)

 
Edited Design by Ali Nardi | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | coupon codes