Burung terbang

Minggu, 04 Oktober 2009

Mahasiswa UMB bangga memakai batik.

Never say you’re UMB students if you’re not wearing BATIK. Kalimat itu tertulis di spanduk besar yang terpampang dekat gedung rektorat Universitas Mercu Buana (UMB) ketika hak cipta batik ditetapkan UNESCO.


Suasana kampus berlogokan ‘api biru’ ini tampak tidak seperti hari biasanya. Mahasiswa yang menggunakan Batik saat itu mendominasi lingkungan kampus. Bukan tanpa tujuan mereka mengenakan batik hari itu (02/10). Sebelumnya, mahasiswa sudah mengetahui bahwa pada 2 Oktober 2009 seluruh rakyat Indonesia wajib mengenakan batik, karena hari itu pula ditetapkan Batik menjadi bagian dari 76 seni dan tradisi dari 27 negara yang diakui UNESCO dalam daftar warisan budaya tak benda melalui keputusan komite 24 negara yang bersidang di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab hingga Jumat (2/10), dikutip dari Kompas.Com.

Sebagai warga negara Indonesia khususnya keluarga besar UMB, mempunyai kebanggaan tersendiri saat batik ditetapkan sebagai warisan asli bangsa. “Moment seperti ini tidak boleh diabaikan. Ini adalah wujud penghargaan besar atas karya anak bangsa yang luar biasa,” tutur Rahman dosen politik UMB. Ia pun menambahkan, tujuan dari memakai batik di UMB sebagai wujud rasa bersyukur UMB terhadap legitimasi atas hasil karya batik itu. “Kami tidak menyuruh mahasiswa mengenakan batik dan bukan pula peraturan dari pemerintah, melainkan hanya himbauan saja.”

Sejumlah mahasiswa juga mendukung penetapan hak cipta batik tersebut. Kebanggaan tersendiri bagi yang mengenakan batik saat itu. “Selama ini kita mikir batik Cuma buat hadir di acara tertentu doang. Tapi nyatanya gue liat semua pakai batik keren-keren banget kok,” ujar Putri, Broadcasting ’09. Putri juga menyayangkan sebagian mahasiswa yang tidak mengenakan batik hari itu. “Rada kecewa sama mahasiswa yang nggak pakai batik. Gue aja bela-belain minjem ke saudara,” tambahnya.

Kesadaran akan rasa cinta tanah air masih minim dirasakan sebagian mahasiswa yang tidak mengenakan batik. Kekecewaan juga diutarakan Danang, Broadcasting ’08, “ Bukan orang Indonesia yang nggak pake batik,” tukasnya. Selain menyayangkan hal itu, ia pun sedikit kecewa dengan sikap Indonesia yang terkesan lamban dalam penetapan hak cipta batik tersebut. “Orang Indonesia kalau nggak ada rangsangan nggak bakal terespon, nunggu diklaim dulu nanti baru pada mencak-mencak.”

Tindakan lamban negara yang diutarakan Danang diartikan khusus sebagai kelemahan bangsa oleh Rahman. “Baru ditetapkan hak cipta setelah ada yang mengklaim adalah salah satu kelemahan Negara dalam mengapresiasikan nilai-nilai karya cipta anak bangsanya,” kata Rahman. Ia juga menuturkan contoh kasus dari kelemahan bangsa ini, misalnya tari pendet yang telah diklaim Malaysia karena tidak adanya tindakan preventif dari Indonesia. “Yang kita harus salahkan adalah departemen kehakiman dan HAM. Karena terlalu sulit mengadakan persyaratan hak paten tari pendet itu, padahal pemda Bali sudah mengusulkan,” tambahnya.

UMB juga berniat menetapkan setiap minggu atau bulannya mengenakan batik saat perkuliahan. Namun semua masih perlu dibicarakan lanjut. “Penetapan setiap minggu atau bulan memakai batik belum ditetapkan di UMB. “Namun untuk tanggal 5 dan 9 Oktober 2009 dihimbau pakai batik, tapi kali tidak wajib seperti sebelumnya,” tutur Rahman. Sebagian mahasiswa mendukung jika ditetapkan mengenakan batik secara rutinitas. Seperti yang diungkapkan Danang, “Saya mendukung penuh mengenakan batik di kampus, dan kalau bisa tiap minggunya ada hari khusus pakai batik,” tukasnya jelas.

Kebanggaan mengenakan batik sebagai warisan asli bangsa Indonesia memang harus dilakukan dari diri masing-masing individu. Bukan karena kerabat dekat ataupun keluarga sekalipun. “Kita pakai batik saat ini sudah menjadi kebanggaan internasional,” kata Rahman. *Rizal

 
Edited Design by Ali Nardi | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | coupon codes